Sarah's tab

Monday, May 20, 2013

Terjebak di Ruang Nostalgia


Halo kamu, apa kabar? Apa kamu baik-baik saja? Sudah makan? Sudah sholat? Sekarang sedang apa? Masih suka bermain gitar?

Sebenarnya aku ingin menulis ini di tanggal 16. Tepat 30 hari yang lalu saat aku dan kamu menjadi kita. Seharusnya ini menjadi hari ke-30 untuk kita, jika saja semuanya belum berakhir, jika saja semuanya masih sama manisnya seperti dulu. Semanis saat aku mengenalmu pertama kali.

Aku tidak mengira waktu akan berjalan secepat ini. Kisah singkat kita yang hanya berjalan sepuluh hari. Itu berarti sudah dua puluh hari aku dan kamu berjalan masing-masing. Kamu percaya tidak bahwa aku masih mengingat semua tentang kamu. Aku ingat kapan pertama kali kita mulai berkomunikasi lewat sebuah pesan singkat: 6 Maret 2013. Aku ingat kapan pertama kali saat aku dan kamu menjadi kita: 16 April 2013. Dan aku ingat betul kapan sampai akhirnya kita kembali menjadi aku dan kamu: 26 April 2013.

Aku tahu, aku yang memutuskan semuanya untuk berakhir. Yang perlu kamu tahu, sebenarnya aku tidak benar-benar menginginkan semuanya berakhir. Dan aku sadar, mungkin aku terlalu cepat mengambil keputusan sepihak. Aku memutuskan semuanya berakhir di saat aku mulai menyayangimu. Dan kini, ada satu hal yang aku rasakan: kehilangan.

Kamu memilih untuk pergi dan menghilang, tanpa kabar. 

Kata orang, tidak ada perpisahan yang tanpa air mata. Tapi seharusnya perpisahan ini tidak memberikan luka yang bertahan cukup lama, karena kisah kita hanyalah sebuah kisah yang sangat singkat. Tapi sesingkat-singkatnya sebuah kisah, saat semuanya berakhir pasti ada saja yang tertinggal: kenangan.

Sejujurnya, aku rindu dengan semua kebiasaan yang kita lakukan walau hanya sebatas melalui sebuah pesan singkat. Aku rindu semua komunikasi ringan yang biasa kita bicarakan. Apa kamu tahu, bahkan sampai sekarang, setiap hari aku masih terus berharap bahwa ada satu buah pesan masuk yang berasal darimu. Namun yang aku dapat hanyalah sebuah kekecewaan.

Dulu, kamu berhasil masuk ruang hatiku yang sudah lama sekali tidak berpenghuni. Kamu juga yang membersihkan semua debu di ruangan itu sehingga ruangan itu menjadi seperti ruangan baru yang penuh warna. Tapi kini, setelah kamu membuatnya berwarna, kamu tiba-tiba pergi meninggalkan ruangan itu. Kamu tahu bagaimana keadaan ruangan itu sekarang? Hancur, berantakan. Bahkan lebih berantakan dari sebelumnya. Aku kira kamu akan tinggal di ruangan itu lebih lama lagi. Tapi ternyata kamu hanya singgah untuk sementara waktu kemudian pergi begitu saja.

Aku berusaha melupakanmu, setiap hari. Namun semakin aku berusaha melupakanmu, semakin kamu muncul dalam pikiranku. Seharusnya aku sudah melupakanmu, toh kamu juga sudah tidak peduli lagi denganku. Tapi mengapa aku tidak bisa? Iya aku mau jujur satu hal denganmu, aku adalah tipe perempuan yang tidak mudah melupakan orang lain. Dan sampai saat ini, semua perhatianku masih tertuju untukmu, my ex darl..

Semua yang kurasa kini, tak berubah sejak dia pergi~ Raisa-Terjebak Nostalgia

Dariku,
yang masih terus menyayangimu

Tuesday, May 14, 2013

Belajar Melupakan

Aku benci perpisahan. Selalu terselip tangisan di setiap perpisahan. Di dunia ini, ada yang dinamakan takdir, mungkin pertemuan kita adalah salah satunya.
 
Tapi mengapa kita harus bertemu kalau akhirnya harus berpisah. Kadang aku tidak mengerti dengan siklus ini. Kenapa harus ada pertemuan kalau pada akhirnya harus terjadi sebuah perpisahan?
 
Aku tidak mengerti dengan perpisahan. Saat dua orang harus memutuskan untuk berjalan masing-masing dan tidak lagi bersama.

Sejak dulu, perpisahan selalu membuatku kacau. Perpisahan untuk selamanya dengan orang-orang yang paling kusayang: kakek, kakak, nenek. Perpisahan karena jarak dengan sahabat-sahabat masa kecilku. Perpisahan karena beda sekolah dengan sahabat-sahabat SMPku dan juga denganmu, yang dulu pernah menemani hariku selama 1,5 tahun. Perpisahan karena jarak kota dan beda universitas dengan sahabat-sahabat SMAku.

Pada akhirnya, setiap pertemuan selalu berakhir dengan perpisahan. Begitupun juga dengan kisahku denganmu. Hanya kisah yang sederhana. Hanya kisah yang sangat singkat. Namun dapat memberikan satu kenangan indah di hatiku.

Saat ini, aku sedang belajar. Belajar untuk melupakanmu. Belajar untuk kembali menjadi diriku yang dulu. Belajar untuk menghilangkan perhatianmu. Belajar untuk menghilangkan kebiasaan yang selalu kamu lakukan.
 
Pada akhirnya, sebuah kisah memang harus berakhir. Ada yang berakhir bahagia, namun lebih banyak yang berakhir dengan menyisakan luka..

Jika

Aku tidak tahu mengapa aku masih saja menulis semua tentang kamu. Mungkin di sana, kamu sedang menertawaiku. Iya, aku tahu. Aku memang bodoh. But, wait a second, aku yang bodoh atau kamu yang terlalu cerdas?

Kalau boleh aku bicara tentang jika, ada satu kalimat yang ingin kusampaikan padamu. Jika saja kita tidak pernah saling mengenal, mungkin semuanya tidak akan seperti ini.

Jika saja dulu aku tidak menanggapi semua pesan singkatmu sebagai sebuah perhatian.

Jika saja dulu aku tidak terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa rasa yang hadir di antara kita hanyalah sebuah perasaan 'nyaman'.

Jika saja dulu aku bisa membaca pikiranmu, pasti tidak akan aku membiarkan kamu memasuki ruang hatiku.

Jika saja dulu aku bisa menganggap semua perhatianmu sebagai perhatian seorang 'teman', tidak lebih.

Jika saja sejak awal aku tahu bahwa kamu akan pergi meninggalkanku.

Jika saja aku tahu bahwa kamu akan menghilang seperti ini.

Jika saja aku tahu bahwa hubungan kita hanya bertahan sesingkat ini.

Jika saja aku tahu bahwa pada akhirnya kita akan kembali lagi menjadi seperti yang dulu, dua orang asing yang tidak mengenal satu sama lain.

dan jika saja aku tahu sejak awal bahwa kamu hanya singgah untuk sementara waktu kemudian pergi  meninggalkanku untuk mencari persinggahan lain...

Sunday, May 12, 2013

Mungkin Seharusnya Kita...


Aku rasa ada yang salah dengan kita. Kita telalu cepat mengartikan semuanya yang mungkin seharusnya belum tepat untuk kita lakukan. 

Kita terlalu cepat untuk mengakui kenyamanan yang terjadi di antara kita. Mungkin seharusnya kita tidak mengakuinya secepat itu.

Kita terlalu cepat membicarakan sesuatu yang sangat intim: perasaan. Mungkin seharusnya kita tidak pernah membahas tentang itu. 

Kita terlalu sering meributkan masalah kecil yang bahkan sering kita lakukan saat aku dan kamu belum menjadi 'kita'.

Kita terlalu egois. Bukan bukan, bukan kita tapi kamu. Aku rasa kamu yang egois. Kamu yang selalu tidak mau mengalah dan terlalu gengsi untuk meminta maaf apabila kamu salah. Kamu yang terlalu mudah sekali marah hanya karena masalah kecil. Kamu yang selalu merasa benar, dan aku yang selalu mengalah.

Aku dan kamu terlalu cepat menjadi 'kita'. Dan 'kita' terlalu cepat berubah kembali menjadi aku dan kamu.

Mungkin seharusnya aku dan kamu tidak pernah menjadi 'kita'. Mungkin apabila aku dan kamu tidak pernah menjadi 'kita', tidak akan pernah ada jarak yang sangat luas di antara 'kita' yang sudah berakhir seperti ini.

"Aku merindukan kamu yang dulu"

Tiga Tahun Tanpamu


Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiranku sampai sampai aku memutuskan menuliskan tentang kamu. Kamu, yang dulu sekali pernah tinggal sangat lama di hidupku. Kamu yang sudah lama sekali menghilang tanpa kabar. Kamu yang pernah tinggal di hatiku sangat lama, 1,5 tahun.

1,5 tahun memang bukan waktu yang singkat. Semua orang tahu itu. Dulu sekali, kita pernah bersama-sama berjalan dalam satu arah. Sampai pada akhirnya kita berada di sebuah persimpangan jalan. Dan kita memutuskan untuk memilih arah yang berbeda. Memilih untuk berjalan masing-masing.

Hubungan itu sudah lama sekali berakhir. Kira-kira 3 tahun yang lalu. Dan satu hal yang baru aku sadari, selama 3 tahun itu aku sendiri, tanpamu. Selama 3 tahun itu aku berjuang untuk melupakanmu. Iya, semoga kamu tahu, setiap hari aku berjuang untuk melupakanmu. Dan seperti yang kamu tahu, selama 3 tahun itu aku tidak menjalin cinta dengan orang lain. 

Kamu menghilang, tanpa kabar. Awalnya memang tidak mudah untuk menghapus kebiasaan yang sering kita lakukan bersama. Awalnya memang tidak mudah saat tidak lagi ada yang menyapa pagiku. But, see? Aku bisa melewatinya, sayang. Dan itu semua aku lakukan sendiri, tanpamu.

3 tahun kamu menghilang tanpa kabar. Dan selama 3 tahun itu pula aku mengetahui bahwa kamu menjalin cinta dengan banyak wanita. Kamu tahu bagaimana perasaanku saat mendengar bahwa kamu menyatakan cinta pada temanku, yang dulu selagi kita masih bersama, aku sudah mencurigai bahwa kamu memiliki perasaan padanya namun kamu berusaha mengelak sekerasnya. 

3 tahun aku sendiri. 3 tahun aku berhasil melupakan semua kenangan kita yang terjalin selama 1,5 tahun. 3 tahun aku memutuskan untuk tidak jatuh cinta pada siapapun. Dan satu lagi, 3 tahun kamu menghilang tanpa kabar.

Dan sekarang, setelah 3 tahun kamu menghilang, kamu tiba-tiba datang dan mengajakku untuk mengulang kembali kisah kita. Memulai semuanya dari awal? Maaf, sayang. Tidak semudah itu. Setelah 3 tahun kamu menghilang, setelah 3 tahun aku susah payah untuk melupakanmu, setelah 3 tahun aku melewati setiap hariku tanpamu, sekarang kamu mau balik gitu aja? Kamu pikir hati aku terbuat dari apa? Setelah kamu menjalin cinta dengan banyak wanita lain, lantas sekarang kamu dengan mudah mengatakan bahwa kamu masih menyayangiku, apa aku harus percaya omonganmu itu? Kemana saja kamu selama ini? Kemana?

"Masa lalu tak seharusnya kembali, dan memang tak sepantasnya kembali" Kata Hati - Bernard Batubara

Friday, May 3, 2013

Tujuh Hari yang Lalu

Hai, kamu.


Aku menulis ini tepat satu minggu lalu dimana kita 'berpisah'. Mungkin lebih tepatnya aku yang memutuskan semuanya berakhir. Dan kamu, menerimanya begitu saja.

Tepat tujuh hari yang lalu aku merasakan kekacauan. Tidak terasa ya, ternyata sudah tujuh hari kita berjalan sendiri-sendiri. Berjalan masing-masing. Tidak ada lagi cerita tentang 'kita'. Yang ada hanya cerita tentang aku dan cerita tentang kamu. Di tempat yang berbeda, di jalan yang berbeda.

Sudah seminggu aku kembali seperti aku yang dulu. Sendirian. Iya, aku kembali menjadi orang yang mandiri. Awalnya memang tidak mudah. Kamu harusnya tahu tentang itu. Aku berusaha melupakanmu. Tapi yang harus kamu tahu, proses melupakanmu itu jauh lebih sulit dari proses menyukaimu dulu.

Seharusnya aku memang sudah melupakanmu. Seharusnya aku memang tidak boleh memedulikanmu lagi. Seharusnya aku memang tidak perlu tahu keberadaanmu dan mengetahui aktivitasmu. Apa hak ku? Iya, aku tahu saat ini aku sudah tidak mempunyai hak untuk melakukan semua itu.

Tapi kenyataannya, aku masih saja memikirkanmu sebelum tidur dan saat pertama aku membuka mata di pagi hari, aku masih saja ingin tahu keberadaan dan aktivitas yang kamu lakukan, aku masih saja ingin menyapa pagimu, aku masih saja mengkhawatirkanmu, dan aku masih saja terus memedulikanmu.

Aku tahu, kamu sudah tidak memedulikanku. Aku tahu, kamu sudah tidak mengkhawatirkan keadaanku. Bahkan aku tahu, tidak pernah sedetik pun aku hadir dalam pikiranmu. Aku tahu semua itu.

Sakit memang, mendapati kenyataan bahwa seseorang yang aku pedulikan ternyata sama sekali sudah tidak memedulikanku lagi. Dan aku menyadari itu.

Mulai saat ini, aku cukup tahu diri. Dan aku berusaha untuk tidak lagi mengganggumu..

"Aku memutuskan untuk berhenti berusaha melupakanmu, biar saja waktu yang menghapus semua kenangan tentang kita"